SEJARAH KERAJAAN MEMPAWAH, KALIMANTAN BARAT
A. Latar Belakang
Sebelum terkenalnya Kerajaan Mempawah yang dikenal dengan Istana Amantubillah dan Opu Daeng Manambon, dulu telah ada Kerajaan Dayak yang ketika itu sangat popular di Kalimantan Barat. Dan apabila ingin menceritakan tentang Kerajaan di Kalimantan Barat, maka tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan penduduk asli yaitu Suku Dayak yang dahulu menjadi penguasa.Kerajaan Melayu (Islam) di Kalimantan Barat tumbuh sebelum Imperium Malaka jatuh ketangan Portugis pada abad ke 16, sebagaimana yang telah kita ketahui adanya Kerajaan Mempawah, Kerajaan Sambas, Kerajaan Matan (Ketapang) dan sejumlah kerajan kecil lainnya di daerah pedalaman. Perkembangan Kerajaan Melayu di Kalimatan Barat, khususnya Sambas, Mempawah, dan Ketapang tidak terlepas dari kontibusi pahlawan-pahlawan Bugis yang memainkan peran di Kepulauan Riau dan Tanah Semenanjung.Dalam hal kebudayaan yang ada di Kerajaan Mempawah salah satunya yaitu Ritual Robo’-Robo’. Sebagian masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, bulan Safar diyakini sebagi bulan naas dan sial. Sang Pencipta dipercayai menurunkan berbagai malapetaka pada Bulan Safar.oleh sebab itu, masyarakat yang menyakini akan mengelar ritual khusus agar terhindar dari “kemurkaan” Bulan Safar. Ritual tersebut juga untuk dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur.
Namun padangan tersebut di atas berbeda dengan pandangan masyarakat Kota Mempawah yang menganggap Bulan Safar sebagai bulan “keberkahan” dan kedatangannya senantiasa dinanti-nantikan. Karena pada bulan Safar terjadi peristiwa penting yang sangat besar artinya bagi masyarakat Kota Mempawah hinga saat ini. Kerajaan Mempawah banyak dikenal orang karena pemerintahan Opu Daeang Menambon, yaitu sejak tahun 1737. Pertama kali Kerajaan Mempawah berdiri, pusat pemerintahannya bukanlah terletak di Mempawah seperti yang dapat dilihat bekas-bekas peninggalnnya sekarang. Tetapi pusatnya terletak di Pegunungan Sadiniang (Mempawah Hulu). Kerajaan yan sangat terkenal saat itu adalah Kerajaan Suku Dayak, Dalam pemerintahan Kerajaan Mempawah, terdapat dua zaman yaitu zaman Hindu dan zaman Islam. Pada zaman Hindu Kerajaan di pimpin oleh Suku Dayak. Sedangkan pada zaman Islam di mulai dari kepemimpinan Opu Daeng Menambon.
B. Zaman Hindu
a. Pemerintahan Kerajaan Dayak dalam kekuasaan Patih Gumantar.
Pada masa Kerajaan yang dipimpin oleh Patih Gumantar, disebut kerajaan Bangkule Rajakng, pusat pemerintahannya di Sadaniang, bahkan Kerajaan dinamakan Kerajan Sadaniang. Pada masa kekuasaan Kerajaan Patih Gumantar, Kerajaan Bangkule Rajakng berada dalam era kejayaan dan sangat terkenal. Sehingga kerajaan banyak kerajaan tetangga ingin merebutnya. Salah satu Kerajaan itu adalah Kerajaan Suku Bijau (Bidayuh) di Sungkung. Karena keinginan yang kuat untuk merebut Kerajaan tersbut, terjadilah Perang Kayau Mengayau (memenggal kepala orang). Meskipun Patih Gumantar terkenal raja yang sangat berani, tetapi dengan adanya serangan yang mendadak dari Kerajaan Biaju, akhirnya Patih Gumantar kalah. Kepalanya terkayau oleh orang-orang Suku Biaju dan dibawa ke kerajaannya. Pada peristiwa itu juga banyak jatuh korban di antara kedua belah pihak. Akibatnya sejak kematian Patih Gumantar menyebabkan Kerajaan Sadaniang ini hancur.
b. Raja Kudung
Beberapa abad kemudian sekitar tahun 1610, kerajaan ini bangkit kembali dibawah kekuasaan Raja Kudung dan pusat pemerintannya dipindahkan ke Pekana (sekarang namanya Karangan). Kerajaan ini berdiri tidak ada hubungannya denagn Patih Gumantar Tidak banyak yang dapat diceritakan dari kerajaan ini. Yang jelas, setelah beliau wafat dan dimakamkan di Pekana, hulu sungai Mempawah, berakhir pula pemerintah Raja Kudung.
c. Raja Senggaok
Setelah Raja Kudung wafat, pemerintahn diambil oleh Raja Senggaok. Pada masa pemerintahan Raja Senggaok, pusat pemerintatan dipindahklan daerah Pekana ke Senggaok (masih di Hulu Sungai Mempawah). Raja Senggaok lebih terkenal dengan nama Penembahan Senggaok. Raja Senggaok mempunyai Istri bernama Putri Cermin, salah satu Putri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal Indragiri (Sumatera). Dalam perkawinannya, Raja Senggaok dan Putri Cermin dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Utin Indrawati.Pada saat perkawinan Raja Senggaok dan Putri Cermin, diramalkan seorang ahli nujum apabila kelak lahir seorang anak perempuan (Utin Indrawati), maka kerajaan mereka akan diperintah ole seorang raja dari kerajaan lain. Ketika umur Utin Indrawati telah cukup dewasa, ia dikawinkan dengan Sultan Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dari perkawinan ini, mereka dikaruniai seorang Putri berparas cantik yang diberi nama Puteri Kesumba.Ramalan ahli nujum tersebut menjadi kenyataan. Setelah berakhir masa pemerintana Raja Senggaok. Kerajaan tersebut diperintah oleh Opu Daeng Menambon pelaut ulung dari kerajaan Luwu, Sulawesi Selatan.
C. Zaman Islam
Sebelum Opu Deang Menambon menjadi seorang raja, banyak hal yang telah beliau alami. Opu Deang Menambon, bukanlah oarng asli Kalimantan,. Beliau serta keempat kakak beradiknya berasal dari Kerajaan Luwu (Sulawesi Selatan). Mereka terkenal pelaut ulung dan berani. Mereka meninggalkan daerah kelahirannya merantau mengarungi lautan luas menuju Banjarmasin, Betawi, berkeliling sampai Johor, Riau, semenanjung Melayu, akhirnya sampai pula di Kerajaan Matan (Ketapang).Dalam perantauannya, mereka berlima banyak membantu kerajaan-kerajaan kecil. Baik yang terlibat perang antar kerajaan maupun perang antar saudara.karena kebiasaan tersebut dan sifatnya yang suka menolong inilah, mereka terkenal sampai dimana-mana.Pada saat kedatangan mereka di kerajaan Matan, disaat itu kerajaan tersebut sedang terjadi perang saudara. Penyebabnya adalah adik kandung Sultan Muhammad Zainuddin (Raja Matan) yang bernama Pangeran Agung menyerang Sultan Muhammad Zainuddin. Tujuan dari penyerangan ini adalah ingin merebut tahta Kerajaan Matan. Tanpa perlawanan, keluarga Raja diungsikan ke Banjarmasin.Dengan bantuan oarng-orang Bugis, Sultan Muhammad Zainudin mengadakan penyerangan tetapi selalu kalah. Sampai akhirnya Beliau sendri ditawan dan dipenjara didalam mesjid Agung Tanjungpura (Matan).Pada saat Beliau dipenjara, Beliau sempat mengirim surat kepada kelima kakak beradik melalui rakyat yang masih setia kepadanya. Surat tersebut berisi meminta bantuan untuk merbut kembali tahta kerajaan yang telah dirampas oleh adiknya. Menerima surat dari Sultan Muhammad Zainuddin, Opu Daeng Menambon beserta keempat saudaranya yang sedang berada di Kerajaan Johor utuk membantu kerajaan tersebut yang diserang oleh kerajaan kecil dari Minangkabau, langsung kembali ke Kerajaan Matan untuk membantu Beliau. Singkat cerita, mereka dapat mengalahkan Pangeran Agung tanpa melalui pertumpahan darah. Sultan Muhammad Zainudin kembali memegang tampuk pemerintahan di Kerajaan Matan.
Pada waktu mereka berlima membantu Sultan Muhammad Zainuddin inilah, Opu Daeng Menambom diperkenalkan kepada Putri Kesumba. Akhirnya dari perkenalan mereka itu, mereka menikah. Putri Kesumba merupakan cucu dari Penembahan Senggaok. Dalam pernikahannya antara Opu Deang Menanbon, mereka dikaruniai beberapa orang putra dan putri. Tetapi yang paling terkenal yaitu Utin Chandramidi dan Gusti Jamiril atau Penembahan Adijaya Kesuma Jaya.
a. Opu Daeng Menambon
Tidak lama kemudian, ada kabar dari Kerajaan Mempawah kalau wafat. Tahta kerajaan berikut harta peninggalannya diserahakan kepada Sultan Muhammad Zainuddin. Maka diserahkanlah senua itu pada menantunya yaitu Opu Daeng Menambon, termasuk tahta Kerajaan Mempawah.Akhirnya Opu Deang Menanbon menjadi Raja Mempawah yang pertama memeluk agama Islam. Saat dinobatkan menjadi Raja, Opu Daeng Menambon bergelar Pengeran Surya Negara dan Putri Kesumba bergelar Ratu Agung Sinuhun.Sejak Opu Daeng Menambon naik tahta, pusat pemerintahan dipindahkan dari Senggaok ke Sebukit Rama. Daerah Sebukit Rama adalah sebuah tempat yang subur makmur, ramai didatangi para pedagang dari daerah sekitarnya.Pada masa pemerintah Opu Daeng Menambon, terdapat banyak perbedaan dengan penguasa-penguasa sebelumnya. Perbedaan yang mencolok diantaranya adalah sistem pemerintahannya. Sebelumnya, hukum bersumber pada adat setempat, yaitu hukum adat Suku Dayak. Tetapi setelah Opu Daeng Menambon berkuasa, sistem pemerintahan selain bersumber dari adat setempat, melainkan juga bersumber hukum Syara yang bersumber pada Agama Islam. Dengan adanya Agama Islam yang dipakai sebagai sumber hukum pemerintahnya, maka pada saat pemerintahan raja ini, agama islam menyebar sanpai ke daerah sekitar Mempawah. Dan sejak itu pula Kerajaan Mempawah menjadi Kerajaan Islam
Selain itu, pemerintahan yang dilaksanakan oleh Opu Daeng Menambon berjalan dengan lancer, kerana beliau termasuk seorang raja yang bijaksana dan penduduknya beragama islan serta taat. Dalam memecakan masalah, beliau selalu bermusyawarah dengan bawahannya.Setelah kira-kiara 20 tahun Opu Daeng Menambon memegang tampuk pemerintahan, beliau wafat. Tepatnya pada hari Senin, tanggal 20 Safar 1175 Hijiriah, atau 1761 Masehi. Opu Daeng Menambon dimakamkan di Sebukit Rama.
b. Gusti Jamiril
Setelah Opu Daeng Menambon wafat, maka tampuk kerajaan diserahkan kepada Gusti Jamiril yang bergelar Penembahan Adijaya Kesuma Jaya. Sejak Gusti Jamiril menjadi raja, Kerajaan Mempawah makin terkenal. Mempawah menjadi Bandar Dagang yang ramai. Wilayah kekuasaanya pun semakin luas. Bukan hanya itu, Kerajaan Mempawah juga memgalami masa kejayaannya.Pada saat pemerintahan Gusti Jamiril, Kerajaan Mempawah selalu bertempur melawan Belanda. Ini disebabkan karena Beliau difitnah, dibenci dan mau memberontak terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Tentunya, Belanda murka dan mengerahkan ratusan prajuritnya yang bermakas di Pontianak untuk menyerang Kerajaan Mempawah.Melihat situasi yang tidak baik, Gusti Jamiril memindahkan pusat pemerintahan di Sunga (karangan) yang letaknya di Mempawah Hulu. Keputusan tersebut diambil karena pada masa itu hubungan baik komunikasi maupun transportasi Mempawah ke Karangan sangat sulit sehingga pergerakkan pasukan Belanda menuju Karangan berjalan lambat sekali.Kedatangan Gusti Jamiril di Sunga disambut baik oleh masyarakat setempat. Tetapi belum sempat Gusti Jamiril mengusir Belanda, beliau wafat pada hari Ahad (minggu) bula Zulhijjah 1204 H bertepatan dengan tahun 1790 M. Beliau dimakamkan di Karangan, karena beliau pernah bersumpah tidak rela dikuburkan ditanah yang telah diinjak oleh Belanda.
c. Syarif Kasim
Pada saat Gusti Jamiril meninggalkan Mempawah menuju karangan, roda pemerintahan tidak ada yang mengendalikan. Maka Belanda mengangkat Syafif Kasim (Putra dari Sultan Abdurrahman dari Kerajaan Pontianak) menjadi Raja Mempawah. Syarif Kasim memegang pemerintahan di Kerajaan Mempawah hanya sebentar saja. Hal ini disebabkan beliau harus menggantikan kedudukan ayahnya menjadi raja di Kerajaan Pontianak.
d. Syarif Hussein
Setelah Syarif Kasim yang dipanggil pulang untuk menggantikan ayahnya menjadi raja, maka disuruhlah adiknya yang bernama Syarif Hussein menggantikan kedudukannya. Lagi-lagi Syarif Hussein memerintah hanya sebentar saja karena Putra raja Gusti Jamiril yang bernama Gusri Jati berhasil memukul mundur pasukan Belanda.
e. Gusti Jati
Dibawah pimpinan Gusti Jati dengan bantuan Gusti Mas, Belanda berhasil dipukul mundur dari pusat Kerajaan. Dengan perginya Belanda dari Mempawah, tahta kerajaan diambil alih oleh Gusti Jati sebagai Putra Mahkota.Gusti Jati yang bergelar Sultan Muhammad Zainal Abidin memindahkan pusat pemerintahan yang dulunya di Sebukit Rama, sekarang dipindahkan ke Mempawah, tepatnya di Pulau Pedalaman. Tempat ini sangat strategis untuk pernag karena terletak di tepi sungai. Selain itu, Gusti Jati merupakan pendiri Kota Mempawah. Kerajaan Mempawah dibawah kekuasaan Gusti Jati semakin tersohor sebagai pusat perdagangan dan kota pertahanan yang kokoh. Belanda tidak mau lagi menyerang Mempawah. Mereka mengubah siasatnya yaitu menmpuh jaln damai. Namun, Mempawah malah mendapat serangan dari Kerajaan Pontianak. Akhirnya Kerajaan Mempawah kalah disebebkan armada laut Kerajaan Pontianak sangat tangguh. Dengan kekalahan ini Gusti Jati meninggalkan Kota Mempawah menuju ke daerah kerajaan lama. Dengan demikian Kerajaan Mempawah tidak ada yang memerintah.
f. Gusti Amir
Setelah meninggal, tahta yang kosong diisi oleh Belanda dengan menobatkan Gusti Amir dengan gelar Panembahan Adinata Karma Oemar Kamaruddin.
g. Gusti Mu’min
Setelah Gusti Amir wafat, tahta kerajaan digantikan oleh Gusti Mu’min. yang menobatkannya menjadi raja, juga pemerintahan Belanda. Hal ini disebabkan sebelum menjadi raja, beliau bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Saat menjadi raja, Gusti Mu’min bergelar Panembahan Mu’min Natajaya Kusuma. Gusti Mu’min tidak lama menjadi karena setelah selesai penobatan beliau wafat dan sebab itu lah beliau disebut Raja Sehari.
h. Gusti Mahmud
Wafatnya Gusti Mu’min, tahta kerajaan digantikan oleh Gusti Mahmud. Beliau bergelar Panembahan Muda Mahmud Alauddin.
i. Gusti Usman
Setelah Gusti Mahmud wafat, sebagai penggantinya adalah Putra Mahkota yang bernama Gustu Usman. Gusti Usman bergelar Panembahan Usman Natajaya Kesuma.
j. Gusti Ibrahim
Gusti Usman mangkat, maka tahta dipegang oleh Gusti Ibrahim yang bergelar Panembahan Ibrahin Muhammad Tsafiudin. Pada saat pemerintahannya, Belanda mulai lagi menyakiti hati rakyat Mempawah. Sehingga tahun 1941 timbul pemberontakan Suku Dayak terhadap Belanda. Apalagi Belanda sudah mulai menggunakan kekrasan dan memaksa rakyat untuk membayar pajak. Peristiwa ini disebut Perang Sangking.
k. Gusti Intan
Setelah Gusti Ibrahim wafat, Putra Mahkota dari Gusti Ibrahim yang bernama Gusti Taufik belum cukup umur untuk menjadi raja. Sehingga tahta kerajaan dipegang oleh Gusti intan yaitu kakak dari Gusti Taufik. Gusti Intan bergelar Panembahan Mangku.
l. Gusti Taufik
Setelah Gusti Taufik dewasa, maka Beliau naik tahta pada tahun1902 M dab bergelar Panembahan Muhammad Taufik Accamaddin. Kurang lebih 42 Tahun Gusti Taufik memerintah Kerajaan Mempawah, Jepang datang. Pada waktu pendudukan Jepang inilah terjadi suatu tragedi di Kalimantan Barat. Tragedy yang dimaksud adalah pembantaian secara besar-besaran terhadap para raja, tokoh masyarakat, kaum cendekiawan maupun rakyat biasa. Salah satunya koraban pembantaian tersebut ialah Raja Mempawah bersama-sama dengan Raja dari daerah lainnya. Kemudian 12 kepa Swapraja beserta tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang ditangkap Jepang yang akan memberontak terhadap rezim “Pemerintah Bala Bantuan Tentara Jepang” semuanya dihukum mati. Korban Pembantaian tersebut tidak kurang dari 21.037 orang. Dan sebagian korban tersebut dikuburkan di Mandor dalam semak belukar. Sekarang tempat tersebut menjadi makam pahlawan yang dinamakan “ Makam Juang Mandor”.Saat Gusti Taufik wafat, Putra Mahkota yang bernama Jimmy Ibrahim masih terlalu muda untuk menduduki tahta Kerajaan. Untuk memangku jabatan ini, Jepang mengangkat Gusti Mustaan sebagai Wakil Panembahan. Sampai berakhirnya masa jabatan Gusti Mustaan sebagai Wakil Panembaha, Jimmy Ibrahim tidak pernah memangku jabatn sabai raja di Kerajaan Mempawah. Dan akhirnya Gusti Taufik dianggap sebagai raja terakhir di Kerajaan Mempawah.
D. Peninggalan-peniggalan Kerajaan Mempawah
Ada pun peniggalan-peniggalan adri Kerajaan Mempawah yang masih dapat di nikmati yaitu :
1. Keraton Amantubillah : bekas keraton Mempawah terletak di Kampung Pedalaman Mempawah Hilir
2. Makam Raja-Raja Mempawah : makam Raja-raja terpencar di beberapa tempat, yaitu : a. Makam Opu Daeng Menambon di Sebukit Rama
b. Makam Raja-raja di Kampung Pedalaman Mempawah
c. Makam Panembahan Adiwijaya di Karangan
3. Mesjid Jami’ Mempawah : terletak di pinggir sungai Mempawah, masuk wilayah kampong Pedalaman Mempawah.
E. Kebudayaan Kerajaan Mempawah
Kebudayaan yang ada di Kerajaan Mempawah yang telah bercorak Agama Islam yaitu Robo’-Robo’. Robo’-Robo’ merupakan kebudayaan yang sangat melekat kepada masayarakat Kota Mempawah dan sekitarnya.
1. Sejarah Robo’-Robo’
Awal diperingatinya Robo-robo ini sendiri, bermula dengan kedatangan rombongan Opu Daeng Manambon dan Putri Kesumba yang merupakan cucu Panembahan Mempawah kala itu yakni, Panembahan Senggaok yang merupakan keturunan Raja Patih Gumantar dari Kerajaan Bangkule Rajangk Mempawah pada tahun 1148 Hijriah atau 1737 Masehi.Masuknya Opu Daeng Manambon dan istrinya Putri Kesumba ke Mempawah, bermaksud menerima kekuasaan dari Panembahan Putri Cermin kepada Putri Kesumba yang bergelar Ratu Agung Sinuhun bersama suaminya, Opu Daeng Manambon yang selanjutnya bergelar Pangeran Mas Surya Negara sebagai pejabat raja dalam Kerajaan Bangkule Rajangk.Berlayarnya Opu Daeng Manambon dari Kerajaan Matan Sukadana (Kabupaten Ketapang) diiringi sekitar 40 perahu. Saat masuk di Muara Kuala Mempawah, rombongan disambut dengan suka cita oleh masyarakat Mempawah. Penyambutan itu dilakukan dengan memasang berbagai kertas dan kain warna warni di rumah-rumah penduduk yang berada di pinggir sungai.Terharu karena melihat sambutan rakyat Mempawah yang cukup meriah, Opu Daeng Manambon pun memberikan bekal makanannya kepada warga yang berada di pinggir sungai untuk dapat dinikmati mereka juga. Karena saat kedatangannya bertepatan dengan hari Minggu terakhir bulan Syafar, lantas rombongan tersebut menyempatkan diri turun di Kuala Mempawah. Selanjutnya Opu Daeng Manambon yang merupakan keturunan dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan, berdoa bersama dengan warga yang menyambutnya, mohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari bala dan petaka. Usai melakukan doa, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Prosesi itulah yang kemudian dijadikan sebagai awal digelarnya hari Robo-robo, yang saban tahun rutin dilakukan warga Mempawah, dengan melakukan makan di luar rumah bersama sanak saudara dan tetangga.
Dinamakan Robo-robo karena ritual ini digelar setiap hari Rabu terakhir bulan Safar menurut penanggalan Hijriah. Tujuan digelarnya ritual ini adalah untuk memperingati kedatangan dan/atau napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon yang bergelar Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan, Martapura, Kabupaten Ketapang, ke Kerajaan Mempawah, Kabupaten Pontianak, pada tahun 1737 M/1448 H.
2. Lokasi Ritual Robo’-Robo’
Lokasi prosesi Ritual Robo-robo tersebar di beberapa tempat di Kota Mempawah, seperti di muara Sungai Mempawah di Desa Kuala Mempawah, Istana Amantubillah dan Kompleks Pemakaman Sultan-sultan Mempawah di Kelurahan Pulau Pedalaman, serta Makam Opu Daeng Menambon di Sebukit Rama, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
3. Keistimewaan Ritual Robo’-Robo’
Sebagai sebuah peristiwa budaya, Ritual Robo-robo sarat dengan simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai historis dan kultural. Ritual Robo-robo merupakan napak tilas kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya dari Kerajaan Matan ke Kerajaan Mempawah yang konon menggunakan 40 Perahu Bidar. Kedatangan Opu Daeng Menambon beserta pengikutnya ini menjadi cikal-bakal masuk dan berkembangnya agama Islam ke Kota Mempawah. Perlahan-lahan, proses islamisasi pun terjadi dan puncaknya adalah beralihnya Kerajaan Mempawah yang semula beragama Hindu menjadi kerajaan bercorak Islam.Pengumandangan azan dan pembacaan doa yang dilakukan oleh Pemangku Adat Istana Amantubillah sebelum dimulainya Ritual Buang-buang menandakan bahwa dalam prosesi Ritual Robo-robo juga terdapat nilai-nilai religius. Sesajennya yang terdiri dari beras kuning, bertih, dan setanggi pun sarat dengan makna-makna tertentu. Nasi kuning dan bertih melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan, sedangkan setanggi mengandung makna keberkahan. Dalam Ritual Buang-buang tidak semata-mata penghormatan dan pengakuan terhadap keberadaan sungai dan laut sebagai salah satu sumber penghidupan masyarakat, tapi juga tersirat keinginan untuk hidup selaras dengan alam sekitar.
Ritual ini biasanya dimulai selepas shalat Zuhur, di mana raja Istana Amantubillah beserta para petinggi istana bertolak dari Desa Benteng menggunakan Perahu Lancang Kuning dan Perahu Bidar. Perahu Lancang Kuning khusus digunakan oleh raja, sedangkan Perahu Bidar diperuntukan bagi petinggi istana. Mereka akan berlayar selama satu jam menuju muara Kuala/Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Sesampainya di muara Sungai Mempawah, seorang kerabat istana yang menjabat Pemangku Adat mengumandangkan azan dan membaca doa talak bala (talak balak). Kemudian dilanjutkan dengan Ritual Buang-buang, yaitu melempar sesajen ke Sungai Mempawah. Setelah itu, raja beserta para petinggi istana merapat ke tepi Sungai Mempawah untuk bersiap-siap melaksanakan Makan Saprahan di halaman depan Istana Amantubillah.Kebersamaan dan silaturahmi antarberbagai elemen masyarakat adalah nilai-nilai lain yang terkandung dalam prosesi Ritual Robo-robo. Hal ini, misalnya, terlihat pada kegiatan Makan Saprahan. Makan Saprahan adalah makan bersama-sama di halaman depan Istana Amantubillah menggunakan baki atau talam. Setiap baki/talam (saprah) yang berisi nasi dan lauk biasanya diperuntukan bagi empat atau lima orang.Hal lain yang tak kalah menariknya dalam Ritual Robo-robo adalah dihidangkannya berbagai masakan khas istana dan daerah setempat yang mungkin tidak lagi populer di tengah-tengah masyarakat, seperti lauk opor ayam putih, sambal serai udang, selada timun, ikan masak asam pedas, dan sop ayam putih. Sebagai penganan pencuci mulut disuguhkan kue sangon, kue jorong, bingke ubi, putuh buloh, dan pisang raja. Sementara untuk minumnya, disediakan air serbat yang berkhasiat memulihkan stamina.Selain itu, untuk memeriahakan Ritual Robo’Robo’, biasanya ada menampilkan kesenian Tradisional Melayu masyarakat setempat, yaitu seperi Tundang (Pantun Berdendang), Tarian Japin, dan Lomba Perahu Bidar.
A. Penutup
1. Sejak berdirinya Kerajaan Mempawah hingga berakhir sudah menggalami perpindahan pusat Kerjaan sampai dengan 5 kali. Daerah-daerah tersebut ialah
a. Pegunungan Sadaniang
b. Pekana
c. Senggaok
d. Sebukit Rama
e. Mempawah
2. raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Mempawah terbagi menjadi 2 jaman yaitu
a. Zaman Hindu
1) pemerintahan kerajaan dayak dalam kekuasaan Patih Gumanatar
2) Raja Kudung
3) Penembahan Senggaok.
b. Zaman Islam
1) Opu Daeng Menambon, bergelar Pangeran Mas Surya Negara
2) Gusti Jamiril, bergelar Panembahan Adiwijaya Kusumajaya
3) Syarif Kasim bin Abdurrahaman Al Kadrie
4) Syarif Hussein bin Abdurrahaman Al Kadrie
5) Gusti Jati, bergelar Sultan Muhammad Zaienal Abidin
6) Gusti Amir, bergelar Panembahan Adinata Krama Umar Kamaruddin
7) Gusti Mu’min, bergelar Panembahan Mu’min Natajaya Kusuma
8) Gusti Mahmud, bergelar Panembahan Muda Mahmud Alauddin
9) Gusti Usman, bergelar Panembahan Usman
10) Gusti Ibrahim, bergelar Panembahan Ibrahim Muhammad Syafeiuddin
11) Gusti Intan, bergelar Pangeran Mangku
12) Gusti Taufik, bergelar Panembahan Taufik Muhammad Akamudin
3. kebudayaan Robo’-Robo’ dilaksanakan untuk memperingati kedatangan Raja Opu Daeng Menambon di kota Mempawah
Daftar Pustaka
Umberan, Musni, dkk. 1996. Sejarah Kerajaan-Kerajaan Di Kalimantan Barat. Pontianak : Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Pontianak
Fitri,Efrianti, 2011. Sejarah Kerajaan Mempawah Kalimantan Barat. Pontianak STKIP_PGRI
www.google.com “Sejarah Kerajaan Mempawah”
www.google.com “kebudayaan Robo’-Robo’”
Google +